Kamis, 23 September 2010

Remake - 1918 (part I)

“Negara Dan Revolusi (State And Revolution)”
---Vladimir Ilyich Ulyanov, tentang sebuah perubahan---

Namaku Deniska, Deniska Deuzewich Mikhailov. Walau ada banyak nama Deniska atau Mikhailov di Rusia, namun hanya sedikit orang yang memberi nama anaknya dengan nama Yunani seperti ‘Deuz’. Itu nama ayahku, ayah yang sudah menghancurkan hidupku, memang seharusnya kubuang saja nama itu dan tidak usah memajangnya sebagai nama tengah. Untung saat aku berada di Paris, cukup dengan Deniska Mikhailov saja rasanya semua kenalanku pasti tahu siapa orang yang dituju.



Aku hanya seorang pria Rusia biasa. Tinggal dengan adik dan kedua anak kembarku di sebuah rumah di kota St. Petersburg. Tidak ada yang menarik dari tampilanku setelah hampir menginjak umur 30 tahun selain jas putih yang kukenakan dengan perasaan bangga dan kacamata elips yang ketebalannya luar biasa. Keluargaku, keluarga Mikhailov, memiliki keturunan dengan rambut pirang kelabu yang mendekati perak. Warna yang luar biasa bukan? Mungkin dikarenakan keluarga kami memiliki pigmen yang begitu tipis sehingga warna kulit kami pun terkesan lebih pucat. Tidak ada satupun dari keluarga Mikhailov yang berbadan besar dan kekar. Tinggiku mungkin hanya sekitar 177 cm dengan berat yang kian berubah antara 63-65 kg. Satu-satunya hal yang mungkin menarik perhatian dari tampilanku mungkin hanya warna iris mataku yang memerah seperti darah, atau lebih tepatnya seperti mata kelinci. Karena hal ini sewaktu kecil aku dijuluki sebagai Deniska si kelinci.

Sejak awal hidup aku memang dikenal sebagai anti sosial, tidak heran bahwa minatku terhadap dunia politik dan kenegaraan tidak begitu bagus, bahkan terkesan tidak peduli. Tapi perlu diketahui, sebagai orang Rusia aku memiliki rasa nasionalisme yang cukup besar, yang akhirnya membawaku kembali ke negeri ini setelah hampir 9 tahun lamanya melarikan diri ke Perancis.

Rusia yang saat itu sudah berganti nama menjadi Uni Sovyet, pada Januari 1918 di bawah pimpinan Lenin, gencar melakukan aksi pengeksisan diri terhadap dunia luar. Walau begitu, berbagai jalur seperti perekonomian, industri, kesehatan dan lainnya hancur berantakan akibat perang dunia yang terus berkecamuk. Revolusi besar-besaran tentang ‘marxisme’ atau apapun-itu-yang-dinamakan-dengan sekutu-demokrasi-sosial-ekonomi merupakan hal kenegaraan yang sangat tidak kumengerti.

Industri obat pada tahun 1900-an mengubah kehidupanku secara besar-besaran. Setelah insiden yang terjadi padaku, dan seorang gadis Mesir juga anak-anak yang kini ada di dalam genggamanku, hidupku berasa dimulai lagi dari awal. Beberapa tahun setelah itu pun, ketika perang usai aku masih berlari menuju sebelah timur sungai Wolga di Uni Sovyet untuk bisa memastikan apakah ini masih hidupku atau bukan.

Bekerja sama dengan para kriminal di Rusia yang mempekerjakan pembuat obat sepertiku untuk melegalkan industri obat mungkin pilihan yang salah di mata banyak orang. Sepeninggalan Zakya, gadis Mesir yang hampir merubah hidupku, semuanya serba kacau. Mataku tidak lagi ingin melihat kesenangan orang lain, telingaku sakit ketika mendengar kabar gembira, dan kepercayaanku meluluh pada Dia yang Zakya sebut sebagai ‘pencipta’ kami semua. Kehancuran dimulai ketika kabar mengenai kematian gadis itu sampai padaku setahun kemudian. Kabar tentang Zakya menghilang dari pikiranku, dan lama-kelamaan tidak ada lagi Zakya dalam hidupku.

Kota St. Petersburg (aku tetap menggunakan nama ini karena tidak terbiasa dengan nama baru hasil revolusi) tahun 1918 ini adalah tempat terakhirku untuk mengenang Rusia sebagai kampung halamanku. 10 tahun masa kecilku dihabiskan di tempat ini, namun kenangan terindah tetap berada di Perancis, bersama-sama orang terdekat yang telah membangun hidupku. Berulangkali perubahan besar yang terjadi dalam waktu singkat dialami olehku, bahkan hingga aku sadar bahwa semua perubahan itu sama sekali tidak akan berarti tanpa adanya dunia, dunia yang serba palsu.

Awal musim dingin tahun ini kulewatkan sebagai tahanan menuju tempat pengasingan bersama para budak tentara yang kalah dalam perang. Pengilegalan industri obat membuatku menjadi buronan dalam 9 tahun terakhir, dan bagusnya aku telah berhasil mengembangkan vaksin yang mungkin berguna di masa depan, walau itu berarti harus mengorbankan banyak hal.

Sungai Wolga membeku ketika sekoci penumpang yang membawaku terbawa arus menyebranginya. Jauh di ujung sana, setelah perairan ini terdapat dataran Asia yang luas, menjauhi tempat di mana aku mengubur segala masa laluku.

///

Tidak ada komentar:

Posting Komentar